Cari Blog Ini

Kamis, 07 Maret 2013

Bahayanya merokok


Rekan-rekan sekalian yang saya hormati,
Bukan menjadi rahasia umum lagi dan tidak harus dupungkiri lagi kalau dikalangan para perokok sebetulnya udah mengetahui ataupu merasakan dampaknya dari bahaya merokok tersebut, namun mereka seolah menutup mata dengan bermacam alasan, Padahal, asap rokok secara ilmiah sudah terbukti menyebabkan setidaknya 25 jenis penyakit. Artinya, saat berbagai negara — termasuk negara berkembang — memperketat peraturan soal rokok untuk melindungi kesehatan rakyatnya, namun Indonesia justru menjadi surga bagi industri rokok.
Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok.
1. Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin, karbon monoksida, dsb.
2. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet.
3. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.
4. Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok. Rokok dengan merk terkenal biasanya dimiliki oleh perusahaan rokok asing yang berasal dari luar negeri, sehingga uang yang dibelanjakan perokok sebagaian akan lari ke luar negeri yang mengurangi devisa negara. Pabrik rokok yang mempekerjakan banyak buruh tidak akan mampu meningkatkan taraf hidup pegawainya, sehingga apabila pabrik rokok ditutup para buruh dapat dipekerjakan di tempat usaha lain yang lebih kreatif dan mendatangkan devisa.
5. Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum merokok untuk merokok agar merasakan penderitaan yang sama dengannya, yaitu terjebak dalam ketagihan asap rokok yang jahat. Sebagian perokok juga ada yang secara sengaja merokok di tempat umum agar asap rokok yang dihembuskan dapat terhirup orang lain, sehingga orang lain akan terkena penyakit kanker.

 Rekan-rekan sekalian yang saya hormati,
Meskipun udah banyak perda-perda yang dikeluarkan dan udah banyak peraturan dan larangan yang telah diberlakukan, misalnya "Larangan Merokok Ditempat Umum", tapi tidak sedikit pula atau banyak para perokok tidak mentaati peraturan yang telah berlaku tersebut, oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang baik dan juga peduli akan kesehatan, marilah kita wujudkan hidup sehat tanpa asap rokok diawali dari diri kita sendiri.

Redenominasi dan Sanering


Arti Redenominasi dan Sanering
                                                      

Pengertian Redenominasi :
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. 
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. 


Pengertian Sanering :
Sanering merupakan proses pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang tetapi halyang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang maka proses ini akan menurunkan daya beli masyarakat.



Perbedaan Redenominasi dan sanering

Perbedaan sanering dan redenominasi
TEMPO Interaktif, Jakarta -Untuk mencegah salah pengertian antara redenominasi dengan sanering, Bank Indonesia menjelaskan perbedaannya secara rinci. Begini rinciannya.

1. Pengertian.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. 
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. 
Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. 
Pengertian Sanering berbeda dengan redenominasi, senering merupakan proses pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang tetapi halyang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang maka proses ini akan menurunkan daya beli masyarakat.

2. Dampak bagi masyarakat.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. 
Pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. 

3. Tujuan
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

4. Nilai uang terhadap barang.
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan. 
Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. 

5. Kondisi saat dilakukan. 
Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali. 
Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi). 

6. Masa transisi
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. 
Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

7. Contoh untuk harga 1 liter bensin seharga Rp 4.500 per liter. 
Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru). 
Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin. 

Perbedaan Redenominasi dan Sanering

Ilmu ekonomi ribawi menyebutkan bahwa redenominasi itu berbeda dengan sanering. Jika redenominasi itu adalah pemotongan angka uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilainya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai uang menjadi lebih kecil dan mengubah nilainya.
Dalam redenominasi, rp 10.000 dipotong menjadi rp 10, dengan harga barang yang semula rp 10.000 juga berubah menjadi seharga rp 10. Fisik kertasnya tidak digunting sebagaimana yang dilakukan di program sanering.
Berbeda dengan sanering yang secara fisik kertasnya dipotong atau digunting. Dimana rp 10.000 dipotong menjadi rp 10, sehingga dengan demikian harga barang yang semula rp 10.000 belum tentu berubah menjadi seharga rp 10.
Jadi, katanya redenominasi hanya semacam penyederhanaan penulisannya saja yang tidak akan merugikan. Sedangkan sanering itu merugikan, lantaran berubah nilainya. Katanya program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi. Sedangkan program redenominasi itu dilakukan karena tujuan efisien penulisan dan pembukuan saja. Benarkah begitu ?
Pemotongan sejumlah digit nominal kertas pada program redenominasi itu ternyata juga ada potensi meleset, dalam arti kata tak serta merta pasti diikuti dengan penyesuaian harga berdasarkan nominal baru itu.
Terlepas dari perdebatan soal definisi dan tetek bengek perbedaan antara redenominasi dengan sanering, sebenarnya ada apa kok Bank Indonesia mulai mewacanakan akan melakukan redenominasi seperti yang dilansir di Republika online.
”Redenominasi berbeda dengan sanering. Ini nilainya tidak berubah, hanya penulisannya disederhanakan,” kata Kepala Biro Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Iskandar Simorangkir, Selasa (4/5). Menurutnya, saat ini sudah banyak pertokoan besar yang juga sudah mempraktikkan ‘redenominasi’ dalam pelabelan harga.
Untuk menyederhanakan perbedaan redenominasi dengan sanering, Iskandar memberikan contoh harga beras. Misalnya, harga beras satu kilogram Rp 5.000. Dengan redenominasi, tiga digit nol dihilangkan, maka harga beras menjadi Rp 5. Harga beras tetap, hanya nominalnya disederhanakan. Daya beli uang yang terkena redenominasi pun tetap. Uang Rp 5 tetap bisa membeli satu kilogram beras.
Jika sanering yang berlaku, harga beras yang semula Rp 5.000 itu tidak serta-merta ikut menjadi Rp 5. Bisa jadi harga beras tetap Rp 5.000 atau Rp 50. ”Dengan sanering , yang berubah adalah nilai uangnya, bukan penulisan nominalnya. Ini yang merugikan rakyat,” kata Iskandar.
Menurut kabar, kewenangan mengetuk palu perihal keputusan kebijakan redenominasi itu, jika jadi dilaksanakan, ada pada pemerintah (lembaga eksekutif) bukan pada BI (Bank Indonesia).

Perbedaan
JAKARTA - Wacana redenominasi (pengurangan nilai mata uang rupiah) yang dikeluarkan Gubernur BI terpilih Darmin Nasution beberapa hari yang lalu banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. 

Banyak yang khawatir bahwa redenominasi akan sama dengansanering yang pernah diberlakukan di Indonesia pada masa pemerintahan orde lama. Lantas apa perbedaan antara sanering dengan redenominasi? 

Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Biro Humas Bank Indonesia(BI) Difi A Johansyah menjelaskannya. Menurutnya, redenominasi sangatlah berbeda dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia. 

"Redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Contohnya begini, misalkan saat ini kita membeli barang A dengan harga Rp10 ribu. Lalu diberlakukan redominasi uang Rp1.000 menjadi Rp1 (nolnya dikurangi 3). Maka kita beli barang A tersebut dengan harga Rp10. Sama saja kan? Rp10 ribu menjadi Rp10. Cuma nolnya saja yang berkurang," jelasnya. 

Difi melanjutkan, sedangkan sanering yang pernah terjadi di zaman pemerintahan presiden Soekarno, adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama. 

"Penjelasan mudahnya, misalkan saat ini harga rumah Rp200 juta. Lalu diberlakukan sanering, nilai nol dari uang dikurangi tiga, tetapi harga rumah tetap saja Rp200 juta. ini berarti masyarakat jadi dirugikan. Penghasilan turun, tetapi harga barang tetap. Akibatnya masyarakat jadi miskin," jelasnya. 

Selain itu, lanjutnya, perbedaan lainnya adalah sanering diberlakukan saat keuangan pemerintah sedang sakit dan krisis. Sedangkan redenominasi justru dilakukan setelah kondisi keuangan pemerintah sehat. Sehingga dengan adanya redenominasi ini keuangan pemerintah menjadi stabil. 

"Redenominasi ini dilakukan karena pertama menghidupkan kembali pecahan rupiah terkecil yakni Rp1 yang diatur oleh undang-undang. Yang kedua meminimalkan pembulatan nilai pecahan di masyarakat. Saat ini kan misalnya harga barang Rp800 dibulatkan menjadi Rp1.000 ini sudah salah," tukasnya. 

Dia menyadari bahwa masyarakat yang kontra terhadap program redenominasi ini mungkin karena trauma dengan sanering yang pernah terjadi dahulu. 

"Tetapi kita sudah lakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi di 2004. Jadi untuk membiasakan masyarakat awam pada awalnya, pedagang harus mencantumkan barang dagangannya dengan dua label. Misalkan barang A dijual Rp10 ribu pecahan lama dan Rp10 pecahan redenominasi. Sehingga masyarakat menjadi terbiasa. Dan ini butuh proses panjang," tambahnya
Tujuan Redenominasi dan Sanering

Tujuan sanering yang utama adalah mengurangi uang yang beredar, karena akibat
hyperinflasi, uang yang beredar sudah terlalu banyak dibandingkan dengan uang
yang benar2 diperlukan. Tapi tujuan denominasi hanya menukar pecahan mata uang
(lama) yang nilainya sudah terlalu besar, dengan mata uang lain (baru) yang
nilainya sama tetapi dengan satuan yang lebih kecil. Misalnya Rp.1.000 uang lama
diganti dengan Rp.1 uang baru.

Tujuan redenominasi adalah menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi ini didsarkan pada fakta bahwa pecahan terbesar Indonesia Rp.100.000 ini teritung terbesar ke 2 di Asia.Tujuan redenominasi berikutnya kedepan indonesia memperoleh kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional sedengkan tujuan Sanering adalah  mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).


Selasa, 05 Maret 2013

Demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia



1.DEMOKRASI LIBERAL
• Demokrasi ini sering disebut Demokrasi PARLEMENTER, dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945.Menteri bertanggung jawab kepada parlemen

2.DEMOKRASI TERPIMPIN
• Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam demokrasi terpimpin ini menggunakan sistem presidensiil

3.Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila.

DEMOKRASI LIBERAL (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

LATAR BELAKANG
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).



Badan ini bertujuan untuk membantu tugas Presiden. Hasilnya antara lain :



1. Terbentuknya 12 departemen   kenegaraan dalam pemerintahan yang baru.
           
2. Pembagian wilayah pemerintahan RI menjadi 8 provinsi yang masing-
    masing terdiri dari beberapa karesidenan.Tanggal 7 Oktober 1945 lahir
    memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang dari 150 orang anggota
    KNIP.

Isinya antara lain :

1)    Mendesak Presiden untuk segera membentuk MPR.

2)    Meminta kepada Presiden agar anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan tugas MPR, sebelum badan tersebut terbentuk

Tanggal 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945,yang isinya :

           “Bahwa komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada komite nasional pusat.”


Pada tanggal 3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946.  Pada tanggal 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).

            Ketika Indonesia menjalani sistem Liberal, Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
            Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai politik, karena dalam system kepartaian menganut system multi partai. Maka, PNI dan Masyumi lah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959 dan merupakan partai yang terkuat dalam DPR. Dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.



KABINET-KABINET DALAM MASA DEMOKRASI LIBERAL

a.    Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b.    Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c.    Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d.    Kabinet Ali-Wongso (1 Agustus 1953-24 Juli 1955)
e.    Kabinet Burhanudin Harahap
f.     Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g.    Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959)


Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat.
Bahkan, muncul disintegrasi bangsa.

Disintegrasi tersebut antara lain :

1)    Pemberontakan PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
2)    Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD sehingga negara benar-benar dalam keadaan darurat.
3)    Untuk mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
4)    Hal ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.


ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator

· Gaya politik – ideologis
· Kepemimpinan – dikuasai oleh angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan hingga muncul kudeta
· Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai

· Stabilitas – instabilitas
· Demokrasi ini menimbulkan sikap saling menjatuhkan antar partai satu dengan
partai yang lain.



KESIMPULAN

            Pada masa ini, walaupun Indonesia masih tergolong negara baru, namun Indonesia dapat menjalankan sistem politiknya walaupun masih belum sempurna, diwarnai dengan adanya kudeta, dll. Dengan adanya KNIP membuat pemerintahan lebih teratur dan terorganisir.


DEMOKRASI TERPIMPIN  (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)

LATAR BELAKANG
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut.
1) Pembubaran Konstituante,
2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.



            Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1) kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan
2) para menteri bertanggung jawab kepada presiden.


            Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika keijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:

A.           Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :
1.   Setuju kembali kepada UUD 1945
2.   Setia kepada perjuangan RI
3.   Setuju kepada manifesto politik

B.           Pembentukan DPAS

C.           Pembentukan Kabinet Kerja

D.           Pembentukan Front Nasional

E.           Penataan Organisasi Pertahanan dan Keamanan

F.            Penyederhanaan Partai-partai Politik

G.           Penyederhanaan Ekonomi

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Mufakat
Berporoskan Nasakom, dengan ciri-ciri :
            1. Dominasi Presiden
            2. Terbatasnya peran partai politik
            3. Berkembangnya pengaruh PKI

            Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.

           

 Situasi politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga kekuatanpolitik utama yaitu Soekarno, PKI, dan AD.

Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain.Terutama PKI membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat,membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik.

            Rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin.

Akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas Maret).

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


1.    Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

2.    Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR

3.    Jaminan HAM lemah

4.    Terjadi sentralisasi kekuasaan

5.    Terbatasnya peranan pers

6.    Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

7.    Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
8.    Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
9.     Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
10. Integrasi vertikal – atas bawah
11. Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
12. Gaya politik – ber ideologi, nasakom
13. Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
14. Partisipasi massa – dibatasi
15. Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
16. Aparat negara – loyal kepada negara
17. Stabilitas – stabil




KESIMPULAN

Pada masa ini, pemerintahan dominan lebih bisa mengatur rakyat karena adanya sentralisasi, namun rakyat tak bisa berbuat apa-apa karena semua keputusan ada di tangan presiden. Tidak adanya kebebasan pers dan juga anggota partai yang dipenjara menunjukkan pada masa ini jaminan HAM lemah. Terbatasnya peran partai politik dan berkembangnya pengaruh PKI semakin membuat demokrasi ini runtuh.



DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU (Maret 1966 – 21 Mei 1998)


LATAR BELAKANG
            Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
           
Beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :


a.    Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas negara hukum dan kepastian hukum.

b.    Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.

c.    Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas tidak memihak.


Secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh :

1.Dominanya peranan ABRI
2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5 Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah, 





Dengan demikian nlai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi
Pancasila Soeharto.
           
            Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Danterpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada  B. J. Habibie pada 21 Mei 1998.


ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

Kelebihan sistem pemerintahan Orde Baru 

• Perkembangan GPD per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 mencapai lebih AS$ 1.000.
• Sukses transmigrasi
• Sukses KB
• Sukses swasembada pangan
• Penganguran minimum

• Sukses REPELITA (Rancangan Pembangunan Lima Tahun.
• Sukses gerakan wajib belajar
• Sukses gerakan nasional orang – tua asuh
• Sukses keamanan dalam negeri
• Investor sing mau menanamkan modal di Indonesia
• Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan sistem pemerintahan Orde Baru 

• Semarak korupsi, kolusi dan nepotisme
• Pembangunan Indonesia tidak rata dan timbul kesenjangan pembangunan antara
  pusat daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagai besar  
  disedot ke pusat.
• Munculnya rasa ketidak puasan di semjumlah daerah krena kesejangan pembanguna terutana di Aceh dan Papua
• Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
• Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi sikaya dan si miskin)

• Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
• Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyaknya koran dan majalah yang
  dibreidel.
• Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
  program “penembakan misterius” (petrus)
• Tidak ada rencana suksensi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/ presiden selanjutnya)





· Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas – sistem terbuka
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal - nampak
· Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
· Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
· Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas stabil