Arti Redenominasi
dan Sanering
Pengertian Redenominasi :
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi
(pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit
(angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi
Rp 1.
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Pengertian Sanering :
Sanering merupakan proses pemotongan daya beli
masyarakat melalui pemotongan nilai uang tetapi halyang sama tidak dilakukan
pada harga-harga barang maka proses ini akan menurunkan daya beli masyarakat.
Perbedaan Redenominasi dan sanering
Perbedaan sanering dan
redenominasi
TEMPO Interaktif, Jakarta -Untuk
mencegah salah pengertian antara redenominasi dengan sanering, Bank Indonesia
menjelaskan perbedaannya secara rinci. Begini rinciannya.
1. Pengertian.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
1. Pengertian.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Pengertian Sanering berbeda dengan redenominasi, senering merupakan proses
pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang tetapi halyang
sama tidak dilakukan pada harga-harga barang maka proses ini akan menurunkan
daya beli masyarakat.
2. Dampak bagi masyarakat.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama.
Pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.
3. Tujuan
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
4. Nilai uang terhadap barang.
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.
5. Kondisi saat dilakukan.
Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
6. Masa transisi
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
7. Contoh untuk harga 1 liter bensin seharga Rp 4.500 per liter.
Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.
2. Dampak bagi masyarakat.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama.
Pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.
3. Tujuan
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
4. Nilai uang terhadap barang.
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.
5. Kondisi saat dilakukan.
Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
6. Masa transisi
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
7. Contoh untuk harga 1 liter bensin seharga Rp 4.500 per liter.
Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.
Perbedaan Redenominasi dan Sanering
Ilmu ekonomi ribawi menyebutkan bahwa redenominasi itu berbeda dengan
sanering. Jika redenominasi itu adalah pemotongan angka uang menjadi lebih
kecil tanpa mengubah nilainya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai uang
menjadi lebih kecil dan mengubah nilainya.
Dalam redenominasi, rp 10.000 dipotong menjadi rp 10, dengan harga barang
yang semula rp 10.000 juga berubah menjadi seharga rp 10. Fisik kertasnya
tidak digunting sebagaimana yang dilakukan di program sanering.
Berbeda dengan sanering yang secara
fisik kertasnya dipotong atau digunting. Dimana rp 10.000 dipotong menjadi rp
10, sehingga dengan demikian harga barang yang semula rp 10.000 belum tentu
berubah menjadi seharga rp 10.
Jadi, katanya redenominasi hanya semacam penyederhanaan penulisannya saja
yang tidak akan merugikan. Sedangkan sanering itu merugikan, lantaran
berubah nilainya. Katanya program sanering itu dilakukan karena ekonomi
negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper
inflasi. Sedangkan program redenominasi itu dilakukan karena tujuan
efisien penulisan dan pembukuan saja. Benarkah begitu ?
Pemotongan sejumlah digit nominal kertas pada program redenominasi itu
ternyata juga ada potensi meleset, dalam arti kata tak serta merta pasti
diikuti dengan penyesuaian harga berdasarkan nominal baru itu.
Terlepas dari perdebatan soal definisi dan tetek bengek perbedaan antara
redenominasi dengan sanering, sebenarnya ada apa kok Bank Indonesia mulai
mewacanakan akan melakukan redenominasi seperti yang dilansir di Republika
online.
”Redenominasi berbeda dengan sanering. Ini nilainya tidak berubah, hanya
penulisannya disederhanakan,” kata Kepala Biro Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter BI, Iskandar Simorangkir, Selasa (4/5). Menurutnya, saat ini sudah
banyak pertokoan besar yang juga sudah mempraktikkan ‘redenominasi’ dalam
pelabelan harga.
Untuk menyederhanakan perbedaan redenominasi dengan sanering, Iskandar
memberikan contoh harga beras. Misalnya, harga beras satu kilogram Rp 5.000.
Dengan redenominasi, tiga digit nol dihilangkan, maka harga beras menjadi Rp 5.
Harga beras tetap, hanya nominalnya disederhanakan. Daya beli uang yang terkena
redenominasi pun tetap. Uang Rp 5 tetap bisa membeli satu kilogram beras.
Jika sanering yang berlaku, harga beras yang semula Rp 5.000 itu tidak
serta-merta ikut menjadi Rp 5. Bisa jadi harga beras tetap Rp 5.000 atau Rp 50.
”Dengan sanering , yang berubah adalah nilai uangnya, bukan penulisan
nominalnya. Ini yang merugikan rakyat,” kata Iskandar.
Menurut kabar, kewenangan mengetuk palu perihal keputusan kebijakan
redenominasi itu, jika jadi dilaksanakan, ada pada pemerintah (lembaga
eksekutif) bukan pada BI (Bank Indonesia).
Perbedaan
JAKARTA - Wacana redenominasi (pengurangan nilai mata
uang rupiah) yang dikeluarkan Gubernur BI terpilih Darmin Nasution beberapa
hari yang lalu banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Banyak yang khawatir bahwa redenominasi akan sama dengansanering yang pernah diberlakukan di Indonesia pada masa pemerintahan orde lama. Lantas apa perbedaan antara sanering dengan redenominasi?
Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Biro Humas Bank Indonesia(BI) Difi A Johansyah menjelaskannya. Menurutnya, redenominasi sangatlah berbeda dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia.
"Redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Contohnya begini, misalkan saat ini kita membeli barang A dengan harga Rp10 ribu. Lalu diberlakukan redominasi uang Rp1.000 menjadi Rp1 (nolnya dikurangi 3). Maka kita beli barang A tersebut dengan harga Rp10. Sama saja kan? Rp10 ribu menjadi Rp10. Cuma nolnya saja yang berkurang," jelasnya.
Difi melanjutkan, sedangkan sanering yang pernah terjadi di zaman pemerintahan presiden Soekarno, adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama.
"Penjelasan mudahnya, misalkan saat ini harga rumah Rp200 juta. Lalu diberlakukan sanering, nilai nol dari uang dikurangi tiga, tetapi harga rumah tetap saja Rp200 juta. ini berarti masyarakat jadi dirugikan. Penghasilan turun, tetapi harga barang tetap. Akibatnya masyarakat jadi miskin," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, perbedaan lainnya adalah sanering diberlakukan saat keuangan pemerintah sedang sakit dan krisis. Sedangkan redenominasi justru dilakukan setelah kondisi keuangan pemerintah sehat. Sehingga dengan adanya redenominasi ini keuangan pemerintah menjadi stabil.
"Redenominasi ini dilakukan karena pertama menghidupkan kembali pecahan rupiah terkecil yakni Rp1 yang diatur oleh undang-undang. Yang kedua meminimalkan pembulatan nilai pecahan di masyarakat. Saat ini kan misalnya harga barang Rp800 dibulatkan menjadi Rp1.000 ini sudah salah," tukasnya.
Dia menyadari bahwa masyarakat yang kontra terhadap program redenominasi ini mungkin karena trauma dengan sanering yang pernah terjadi dahulu.
"Tetapi kita sudah lakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi di 2004. Jadi untuk membiasakan masyarakat awam pada awalnya, pedagang harus mencantumkan barang dagangannya dengan dua label. Misalkan barang A dijual Rp10 ribu pecahan lama dan Rp10 pecahan redenominasi. Sehingga masyarakat menjadi terbiasa. Dan ini butuh proses panjang," tambahnya
Banyak yang khawatir bahwa redenominasi akan sama dengansanering yang pernah diberlakukan di Indonesia pada masa pemerintahan orde lama. Lantas apa perbedaan antara sanering dengan redenominasi?
Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Biro Humas Bank Indonesia(BI) Difi A Johansyah menjelaskannya. Menurutnya, redenominasi sangatlah berbeda dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia.
"Redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Contohnya begini, misalkan saat ini kita membeli barang A dengan harga Rp10 ribu. Lalu diberlakukan redominasi uang Rp1.000 menjadi Rp1 (nolnya dikurangi 3). Maka kita beli barang A tersebut dengan harga Rp10. Sama saja kan? Rp10 ribu menjadi Rp10. Cuma nolnya saja yang berkurang," jelasnya.
Difi melanjutkan, sedangkan sanering yang pernah terjadi di zaman pemerintahan presiden Soekarno, adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama.
"Penjelasan mudahnya, misalkan saat ini harga rumah Rp200 juta. Lalu diberlakukan sanering, nilai nol dari uang dikurangi tiga, tetapi harga rumah tetap saja Rp200 juta. ini berarti masyarakat jadi dirugikan. Penghasilan turun, tetapi harga barang tetap. Akibatnya masyarakat jadi miskin," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, perbedaan lainnya adalah sanering diberlakukan saat keuangan pemerintah sedang sakit dan krisis. Sedangkan redenominasi justru dilakukan setelah kondisi keuangan pemerintah sehat. Sehingga dengan adanya redenominasi ini keuangan pemerintah menjadi stabil.
"Redenominasi ini dilakukan karena pertama menghidupkan kembali pecahan rupiah terkecil yakni Rp1 yang diatur oleh undang-undang. Yang kedua meminimalkan pembulatan nilai pecahan di masyarakat. Saat ini kan misalnya harga barang Rp800 dibulatkan menjadi Rp1.000 ini sudah salah," tukasnya.
Dia menyadari bahwa masyarakat yang kontra terhadap program redenominasi ini mungkin karena trauma dengan sanering yang pernah terjadi dahulu.
"Tetapi kita sudah lakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi di 2004. Jadi untuk membiasakan masyarakat awam pada awalnya, pedagang harus mencantumkan barang dagangannya dengan dua label. Misalkan barang A dijual Rp10 ribu pecahan lama dan Rp10 pecahan redenominasi. Sehingga masyarakat menjadi terbiasa. Dan ini butuh proses panjang," tambahnya
Tujuan Redenominasi dan Sanering
Tujuan sanering yang utama adalah mengurangi
uang yang beredar, karena akibat
hyperinflasi, uang yang beredar sudah terlalu banyak dibandingkan dengan uang
yang benar2 diperlukan. Tapi tujuan denominasi hanya menukar pecahan mata uang
(lama) yang nilainya sudah terlalu besar, dengan mata uang lain (baru) yang
nilainya sama tetapi dengan satuan yang lebih kecil. Misalnya Rp.1.000 uang lama
diganti dengan Rp.1 uang baru.
hyperinflasi, uang yang beredar sudah terlalu banyak dibandingkan dengan uang
yang benar2 diperlukan. Tapi tujuan denominasi hanya menukar pecahan mata uang
(lama) yang nilainya sudah terlalu besar, dengan mata uang lain (baru) yang
nilainya sama tetapi dengan satuan yang lebih kecil. Misalnya Rp.1.000 uang lama
diganti dengan Rp.1 uang baru.
Tujuan redenominasi adalah menyederhanakan pecahan uang
agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi ini didsarkan pada fakta
bahwa pecahan terbesar Indonesia Rp.100.000 ini teritung terbesar ke 2 di
Asia.Tujuan redenominasi berikutnya kedepan indonesia
memperoleh kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional sedengkan
tujuan Sanering adalah mengurangi jumlah uang yang beredar akibat
lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang
sangat tinggi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar